80 negara telah menerima dan mendukung pertumbuhan perbankan dan berbagai bentuk lembaga keuangan syariah lainnya. Dari total asset 1,3 triliun dolar AS pada tahun 2011, menjadi 2,5 triliun pada tahun 2014, membuktikan perkembangan yang signifikan. Pada tahun 2013, berdasarkan rangkin dari Islamic Forum Country Index (IFCI) Islamic Finance Indonesia berada di peringkat 5 dunia, setelah Iran, Malaysia, Saudi Arabia, dan Uni Emirat Arab. Sementara berdasarkan ICD Thomson Reuthers, Islamic Finance Development Indicator 2014, dalam hal jumlah asset, Indonesia berada pada peringkat 9 setelah Malaysia, Saudi Arabia, Iran, UAE, Kuwait, Qatar, Bahrain, dan Turki. Beberapa data tersebut, selain menunjukkan perkembangan lembaga perbankan dan keuangan syariah yang siginfikan, juga sekaligus menggambarkan tantangan bagi Indonesia, mengingat Indonesia berpenduduk terbanyak dibandingkan negara lainnya tersebut di atas.
Terkait permasalahan dan tantangan tersebut di atas, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku pengendali industri perbankan dan lembaga keuangan di Indonesia telah merumuskan roadmap Perbankan Syariah 2015-2019. Hal ini penting guna mengoptimalkan peningkatan dan pertumbuhan perbankan syariah, agar dapat berkontribusi lebih banyak bagi kesejahteraan umat. Salah satu isu penting yang diangkat dala roadmap tersebut ialah, belum memedahinya kuantitas dan kualitas SDM, yang sangat diperlukan dalam mendukung perkembangan perbankan syariah. Berdasarkan isu terbut, maka salah satu arah kebijakan OJK dalam bentuk peningkatan kuantitas dan kualitas SDM pendukung. Hal tersebut diwujudkan dalam salah satu priototas program kerja Peningkatan Kerjasama Antara Regulator dengan Perguruan Tinggi/Lebaga Riset Domestik maupun Internasional dalam rangka sinergi kebijakan perbankan syariah.
Seiring dengan perkembangan perbankan dan lembaga keuangan syariah tersebut, pada berbagai perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta, telah didirikan pusat-pusat kajian ekonomi Islam, bahkan sampai dalam bentuk program studi secara mandiri. Upaya demikian tidak hanya terjadi pada penyelenggara pendidikan tinggi tingkat sarjana, melainkan pada program Magister dan Doktor. Namun demikian, hingga saat ini, SDM yang dihasilkan masih belum dapat mencukupi kebutuhan dan permintaan pasar. Di sisi lain, cara paling banyak ditempuh dalam memperoleh SDM bagi perbankan syariah dengan mengambil SDM perbankan konvensional. Salah satu dampak dari realitas tersebut antara lain ialah masih cukup kuatnya nuansa paradigma konvensional dalam menangani perbankan syariah. Hal ini selain tidak sesuai dengan filosofi perbankan syariah. Bahkan dalam jangka panjang, persoalan tersebut dapat menjadi bumerang yang mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap citra perbankan syariah. Problematika demikian juga diakui oleh Asosiasi Perbankan Syariah Indonesia (ASBISINDO). Bahkan persoalan SDM saat ini merupakan tantangan terbesar dalam perkembangan perbankan syariah di Indonesia.